Bagian 1
Tanpa disadari, banyak keseharian kita yang
dikelilingi hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Salah satunya
adalah dipajangnya gambar atau patung m...akhluk bernyawa di rumah
kita. Foto keluarga hingga tokoh atau artis idola telah menjadi sesuatu
yang sangat lazim dijumpai di rumah-rumah kaum muslimin. Bagaimana
kita menimbang masalah ini dengan kacamata syariat?
Saudara dan Saudariku ….
Di
rumah kita mungkin masih banyak bentuk/ gambar makhluk hidup, baik
gambar dua dimensi ataupun tiga dimensi berupa patung, relief, dan
semisalnya. Gambar–gambar itu seolah menjadi bagian tidak terpisahkan
dari kehidupan kita, karena di mana-mana kita senantiasa menjumpainya.
Di dinding rumah ada kalender bergambar fotomodel dengan pose seronok.
Di tempat yang sama, ada lukisan foto keluarga. Di atas buffet, ada
foto si kecil yang tertawa ceria. Di ruang tamu ada patung pahatan dari
Bali.
Sedikit ke ruang tengah ada ukiran Jepara berbentuk
burung-burung. Lebih jauh ke ruang keluarga ada lukisan bergambar
manusia ataupun hewan. Begitu pula di kamar, di dapur bahkan di teras
rumah, atau jauh di halaman ada patung dua ekor singa besar di kanan
dan kiri pintu gerbang menyambut kehadiran anggota keluarga ataupun
tamu yang hendak masuk rumah, seolah-olah merupakan patung selamat
datang atau bahkan diyakini sebagai penjaga rumah dari marabahaya. Inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Belum lagi koleksi album foto
keluarga, handai taulan, teman dan sahabat bertumpuk di meja tamu.
Belum terhitung koran, majalah1, tabloid yang penuh dengan gambar dan
lukisan dari yang sopan sampai yang paling tidak bermoral. Ini baru
cerita di rumah kita, di rumah saudara, dan tetangga kita. Belum di
tempat-tempat lain seperti di sekolah, di kantor, di toko, di
perpustakaan, di pasar, di kampus, dan sebagainya. Benar-benar musibah
yang melanda secara merata, wallahu al-musta’an.
Saudariku muslimah…
Kenapa
kita katakan tersebarnya gambar tersebut sebagai musibah? Karena di
sana terdapat pelanggaran terhadap aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menyimpang dan berpaling dari
hukum yang diturunkan dari langit. Untuk lebih memperjelas
permasalahan ini, kami nukilkan secara ringkas (dan bersambung)
beberapa pembahasan berikut dalil yang disebutkan Asy-Syaikh
Al-Muhaddits Abu Abdurrahman Muqbil bin Hadi Al-Wadi‘i rahimahullahu
dalam kitabnya yang sangat berharga Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah yang
bisa kita maknakan dalam bahasa kita “Hukum Gambar/ Menggambar Makhluk
Yang Memiliki Ruh.”
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa yang
dimaksud gambar bernyawa/ mempunyai ruh di sini adalah gambar manusia
dan hewan. Adapun gambar pohon dan benda-benda mati lainnya tidaklah
terlarang dan tidak masuk dalam ancaman yang disebutkan dalam hadits
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Perintah Menghapus Gambar Makhluk yang Bernyawa
‘Ali
bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata kepada Abul Hayyaj Al-Asadi:
“Maukah aku mengutus-mu dengan apa yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengutusku? (Beliau mengatakan padaku):
أَلاَّ تَدَع تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Janganlah engkau membiarkan gambar kecuali engkau hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau ratakan.”2
Ibnu
‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam melihat ada gambar-gambar di dalam Ka’bah, beliau tidak mau
masuk ke dalamnya sampai beliau memerintahkan agar gambar tersebut
dihapus. Dan beliau melihat gambar Nabi Ibrahim dan Isma’il
‘alaihimassalam di mana di tangan keduanya ada azlam (batang anak panah
yang digunakan oleh orang-orang jahiliyyah untuk mengundi guna
menentukan perkara/ urusan mereka). Beliau bersabda:
قَاتَلَهُمُ اللهُ! وَاللهِ إِنِ اسْتَقْسَمَا بِاْلأَزْلاَمِ قَطُّ
“Semoga Allah memerangi mereka! Demi Allah, keduanya sama sekali tidak pernah mengundi nasib dengan azlam.”3
Ketika
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk kota Makkah pada hari
Fathu Makkah, beliau dapatkan di sekitar Ka’bah ada 360 patung/
berhala, maka mulailah beliau menusuk patung-patung tersebut dengan kayu
yang ada di tangan beliau seraya berkata:
جَاءَ الَحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ, جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيْدُ
“Telah
datang al-haq (kebenaran) dan musnahlah kebatilan. Telah datang al-haq
dan kebatilan itu tidak akan tampak dan tidak akan kembali.”4
Larangan Membuat Gambar
Jabir radhiallahu ‘anhu berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصُّوْرَةِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذلِكَ
“Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengambil gambar (makhluk
hidup) dan memasukkannya ke dalam rumah dan melarang untuk membuat yang
seperti itu.”5
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Melaknat Pembuat/ Pelukis Gambar Makhluk yang Bernyawa
‘Aun bin Abi Juhaifah mengabarkan dari ayahnya bahwa ayahnya berkata:
إِنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ
الدَّم وَثَمَنِ الْكَلْبِ وَكَسْبِ الأَمَة. وَلَعَنَ الْوَاشِمَةَ
وَالْمُسْتَوْشِمَةَ, وَآكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَلَعَنَ الْمُصَوِّرَ
“Sesungguhnya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari harga darah, harga
anjing6, dan dari penghasilan budak perempuan (yang disuruh berzina).
Beliau melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta ditato,
demikian juga pemakan riba dan orang yang mengurusi riba. Sebagaimana
beliau melaknat tukang gambar.”7
Gambar Bisa Disembah oleh Pengagungnya
‘Aisyah
radhiallahu ‘anha mengabarkan: “Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sedang sakit, sebagian istri-istri beliau8 ada yang bercerita
tentang sebuah gereja bernama Mariyah yang pernah mereka lihat di negeri
Habasyah. Mereka menyebutkan keindahan gereja tersebut dan
gambar-gambar yang ada di dalamnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pun mengangkat kepalanya seraya berkata:
أُوْلئِكَ إِذَا
مَاتَ مِنْهُمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلى قَبْرِهِ مَسْجِدًا,
ثُمَّ صَوَّرُوا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوْرَة, أُوْلئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ
عِنْدَ اللهِ
“Mereka itu, bila ada seorang shalih di
kalangan mereka yang meninggal dunia, mereka membangun masjid/ rumah
ibadah di atas kuburannya. Kemudian mereka membuat gambar-gambar itu di
dalam rumah ibadah tersebut. Mereka itulah sejelek-jelek makhluk di
sisi Allah.8
Semua Pembuat/ Pelukis Gambar Makhluk Bernyawa Tempatnya di Neraka
Seseorang
pernah datang menemui Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma. Orang itu
berkata: “Aku bekerja membuat gambar-gambar ini, aku mencari
penghasilan dengannya.” Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata:
“Mendekatlah denganku.” Orang itupun mendekati Ibnu ‘Abbas radhiallahu
‘anhuma. Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Mendekat lagi.” Orang
itu lebih mendekat hingga Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dapat
meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut, lalu berkata: “Aku
akan beritakan kepadamu dengan hadits yang pernah aku dengar dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendengar beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Semua
tukang gambar itu di neraka. Allah memberi jiwa/ ruh kepada setiap
gambar (makhluk hidup) yang pernah ia gambar (ketika di dunia). Maka
gambar-gambar tersebut akan menyiksanya di neraka Jahannam.”
Ibnu
‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata kepada orang tersebut: “Jika kamu
memang terpaksa melakukan hal itu (bekerja sebagai tukang gambar) maka
buatlah gambar pohon dan benda-benda yang tidak memiliki jiwa/ ruh.”9
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, وَلَيْسَ بِنَافِخٍ
“Siapa
yang membuat sebuah gambar (makhluk hidup) di dunia, ia akan dibebani
untuk meniupkan ruh kepada gambar tersebut pada hari kiamat, padahal ia
tidak bisa meniupkannya.”10
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani
rahimahullahu menerangkan bahwa pembuat gambar makhluk hidup
mendapatkan cercaan yang keras dengan diberi ancaman berupa hukuman
yang ia tidak akan sanggup memikulnya, karena mustahil baginya untuk
meniupkan ruh pada gambar-gambar yang dibuatnya. Ancaman yang seperti
ini lebih mengena untuk mencegah dan menghalangi orang dari berbuat
demikian serta menghentikan pelakunya agar tidak terus melakukan
perbuatan tersebut. Adapun orang yang membuat gambar makhluk bernyawa
karena menghalalkan perbuatan tersebut maka ia akan kekal di dalam
azab. (Fathul Bari, 10/484)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1.
Faedah: Asy-Syaikh Abdurrahman Al-’Adni berkata: “Masalah: membeli
majalah dan koran yang di dalamnya ada gambar (makhluk hidup). Dalam
hal ini ada dua jenis: Pertama, majalah dan koran pornografi, di mana
gambar di dalamnya merupakan hal inti (yang diinginkan), yang bertujuan
untuk membuat fitnah; Kedua, majalah dan koran yang berisi berita
harian biasa dan berita politik. Jenis yang pertama, tidak boleh
memperjualbelikannya dan ini merupakan keharaman yang nyata. Adapun
jenis kedua, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan Asy-Syaikh Ibnu Baz
rahimahumallah mengatakan tidak mengapa membeli majalah dan koran yang
seperti ini, dan gambar di sini bukanlah hal yang diinginkan ketika
membelinya.” (Lihat Syarhul Buyu’ war Riba min Kitab Ad-Darari hal. 21,
ed)
2. HR. Muslim no. 2240, kitab Al-Jana`iz, bab Al-Amr bi Taswiyatil Qabr
3. HR. Al-Bukhari no. 3352, kitab Ahaditsul Anbiya‘, bab Qaulullahi ta’ala: Wattakhadzallahu Ibrahima Khalila
4.
HR. Al-Bukhari no. 4287, kitab Al-Maghazi, bab Aina Rakazan Nabiyyu
Ar-Rayah Yaumal Fathi dan Muslim no. 4601, kitab Al-Jihad was Sair, bab
Izalatul Ashnam min Haulil Ka’bah
5. HR. At-Tirmidzi no. 1749,
kitab Al-Libas ‘An Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bab Ma
Ja`a fish Shurah. Dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Hukmu Tashwir,
hal. 17
6. Larangan memperjualbelikan darah dan anjing.
7. HR. Al-Bukhari no. 2238, kitab Al-Buyu’, bab Tsamanul Kalb
8. Yakni Ummu Salamah dan Ummu Habibah radhiallahu ‘anhuma yang pernah berhijrah ke Habasyah.
9.
HR. Al-Bukhari no. 1341, kitab Al-Jana`iz, bab Bina‘ul Masajid ‘alal
Qabr dan Muslim no. 1181, kitab Al-Masajid wa Mawadhi’ush Shalah, bab
An-Nahyu ‘an Bina‘il Masajid ‘alal Qabr wat Tikhadzish Shuwar
10.HR. Muslim no. 5506, kitab Al-Libas waz Zinah, bab Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan …
11.
HR. Al-Bukhari no. 5963, kitab Al-Libas, bab Man Shawwara Shurawan
Kullifa Yaumal Qiyamah An Yunfakhu fihar Ruh dan Muslim no. 5507, kitab
Al-Libas waz Zinah, bab Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan …
Bagian 2
Dalam
edisi lalu telah disebutkan sejumlah dalil yang menujukkan keharaman
gambar makhluk bernyawa yakni manusia dan hewan. Berikut kelanjutannya.
Saudariku Muslimah… semoga Allah memberi taufiq kepada kami dan kepadamu…
Dalam
edisi yang lalu kita telah mengetahui beberapa dalil1 yang menunjukkan
larangan menggambar makhluk hidup, dalam hal ini gambar manusia dan
hewan, baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Serta tidak bolehnya
menyimpan gambar-gambar tersebut karena syariat justru memerintahkan
agar gambar-gambar itu dihapus/ dihilangkan. Dan sebenarnya cukuplah
laknat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta ancaman
neraka untuk menghentikan para pembuat gambar makhluk hidup, pelukis,
pemahat dan pematung dari perbuatan mereka. Kalaupun terpaksa tetap pada
profesi/ pekerjaannya, mereka harus menghindari membuat gambar/
patung/ pahatan makhluk bernyawa. Ketika seorang pembuat gambar berkata
kepada Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma: “Aku bekerja membuat
gambar-gambar ini, aku mencari penghasilan dengannya.” Maka Ibnu ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma berkata kepadanya: “Mendekatlah kepadaku.” Orang
itupun mendekati Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas berkata lagi: “Mendekat
lagi.” Orang itu lebih mendekat hingga Ibnu ‘Abbas dapat meletakkan
tangannya di atas kepala orang tersebut, lalu berkata: “Aku akan
beritakan kepadamu dengan hadits yang pernah aku dengar dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendengar beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ, يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Semua
tukang gambar (makhluk bernyawa) itu di neraka. Allah memberi jiwa/
ruh kepada setiap gambar (makhluk hidup) yang pernah ia gambar (ketika
di dunia), maka gambar-gambar tersebut akan menyiksanya di neraka
Jahannam.”
Kemudian, setelah menyampaikan hadits Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma
menasehatkan: “Jika kamu memang terpaksa melakukan hal itu (bekerja
sebagai tukang gambar), maka buatlah gambar pohon dan benda-benda yang
tidak memiliki jiwa/ruh.”2
Dalil berikut ini lebih mempertegas
lagi haramnya gambar makhluk bernyawa: ‘Aisyah radhiallahu ‘anha
berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari safar
(bepergian jauh) sementara saat itu aku telah menutupi sahwah3ku dengan
qiram (kain tipis berwarna-warni) yang berlukis/ bergambar. Ketika
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau
menyentakkannya hingga terlepas dari tempatnya seraya berkata:
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِيْنَ يُضَاهُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ
“Manusia
yang paling keras siksaan yang diterimanya pada hari kiamat nanti
adalah mereka yang menandingi (membuat sesuatu yang menyerupai) ciptaan
Allah.”
Kata Aisyah: “Maka kami pun memotong-motong qiram tersebut untuk dijadikan satu atau dua bantal.”4
Dalam riwayat berikut disebutkan bentuk gambar itu, seperti yang diberitakan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha:
قَدِمَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ سَفَرٍ, وَقَدْ
سَتَرْتُ عَلَى بَابِي دُرْنُوْكًا فِيْهِ الْخَيْلُ ذَوَاتُ
اْلأَجْنِحَةِ, فَأَمَرَنِي فَنَزَعْتُهُ
“Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari safar sementara aku menutupi
pintuku dengan durnuk (tabir dari kain tebal berbulu, seperti permadani
yang dipasang di dinding, –pent.), yang terdapat gambar kuda-kuda yang
memiliki sayap. Maka beliau memerintahkan aku untuk mencabut tabir
tersebut, maka akupun melepasnya.”5
Masih hadits ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha,ia mengabarkan pernah membeli namruqah6 bergambar
makhluk bernyawa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan
pintu dan tidak mau masuk ke dalam rumah. “Aisyah pun berkata: “Aku
bertaubat kepada Allah, apa dosaku?” Nabi berkata: “Untuk apa namruqah
ini?” Aku menjawab: “Untuk engkau duduk di atasnya dan bersandar
dengannya.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, يُقَالُ
لَهُمْ: أَحْيُوْا مَا خَلَقْتُمْ, وَإِنَّ الْمَلائِكَةَ لاَ تَدْخُلُ
بَيْتًا فِيْهِ الصُّوْرَة
“Sesungguhnya pembuat
gambar-gambar ini akan diazab pada hari kiamat, dikatakan kepada
mereka: ‘Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan, dan sungguh para
malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar’.”7
Al-Hafizh
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu menyebutkan bahwa Al-Imam
Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya mengisyaratkan, kedua hadits
di atas8 tidaklah saling bertentangan bahkan satu dengan lainnya bisa
dikumpulkan. Karena bolehnya memanfaatkan bahan yang bergambar (makhluk
bernyawa) untuk diinjak atau diduduki9 tidak berarti boleh duduk di
atas gambar. Maka bisa jadi yang dijadikan bantal oleh Aisyah
radhiallahu ‘anha adalah pada bagian qiram yang tidak ada gambarnya.
Atau gambar makhluk hidup pada qiram tersebut telah terpotong kepalanya
atau terpotong pada bagian tengah gambar sehingga tidak lagi berbentuk
makhluk hidup, maka Nabi pun tidak mengingkari apa yang dilakukan
Aisyah radhiallahu ‘anha. (Fathul Bari, 10/479)
Asy-Syaikh Muqbil
rahimahullahu berkata: “Dalil-dalil ini menunjukkan haramnya seluruh
gambar makhluk bernyawa, baik yang memiliki bayangan (tiga dimensi)
atau tidak memiliki bayangan (dua dimensi). Hadits qiram menunjukkan
haramnya gambar makhluk hidup yang tidak memiliki bayangan. Demikian
pula perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghapus
gambar-gambar yang ada di dinding Ka’bah, maka gambar-gambar tersebut
dihapus dengan menggunakan kain perca dan air.”
Beliau
rahimahullahu juga berkata: “Lebih utama bila rumah dibersihkan dari
gambar-gambar yang dihinakan sekalipun (seperti gambar yang ada di
keset, yang diinjak-injak oleh kaki-kaki manusia) agar malaikat tidak
tercegah/tertahan untuk masuk ke dalam rumah. Dan juga Nabi
memerintahkan agar gambar-gambar yang ada pada namruqah dipotong, dan
bisa jadi gambar-gambar yang ada pada hamparan itu telah terpotong
gambarnya sehingga bentuknya menjadi seperti pohon.” (Hukmu Tashwir,
hal. 31)
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jibril datang menemuiku,
beliau berkata: ‘Sesungguhnya aku semalam mendatangimu, namun tidak ada
yang mencegahku untuk masuk ke rumah yang engkau berada di dalamnya
melainkan karena di pintu rumah itu ada patung laki-laki, dan di dalam
rumah itu ada qiram bergambar yang digunakan sebagai penutup, di samping
itu pula di rumah tersebut ada seekor anjing. Maka perintahkanlah
kepada seseorang agar kepala patung yang ada di pintu rumah itu dipotong
sehingga bentuknya seperti pohon, perintahkan pula agar kain penutup
itu dipotong-potong untuk dijadikan dua bantal yang bisa dibuat pijakan,
dan juga perintahkan agar anjing itu dikeluarkan’.” Rasulullah pun
melaksanakan instruksi Jibril tersebut. (HR. At-Tirmidzi no. 2806, kitab
Al-Libas ‘an Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bab Ma Ja`a
Annal Malaikah la Tadkhulu Baitan fihi Shurah wa la Kalb, dihasankan
Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami`ush Shahih, 4/319)
Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhuma berkata: “Gambar itu dikatakan hidup bila memiliki
kepala. Maka jika kepalanya dipotong tidak lagi teranggap gambar hidup.”
Riwayat
mauquf10 ini dibawakan Al-Baihaqi rahimahullahu dalam Sunan-nya
(7/270) dan isnadnya shahih sampai Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, kata
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu.11 (Hukmu Tashwir, hal. 55)
Gambar Makhluk Hidup untuk Kepentingan Belajar Mengajar
Asy-Syaikh
Muqbil rahimahullahu berkata: “Pendapat yang membolehkan gambar untuk
kepentingan pengajaran tidaklah ada dalilnya. Bahkan hadits tentang
dilaknatnya tukang gambar yang telah lewat penyebutannya sudah meliputi
hal ini. Dan juga bila hal ini dibolehkan akan menumbuhkan sikap
meremehkan perbuatan maksiat tashwir (membuat gambar) di jiwa para
pelajar. Sehingga mereka akan meniru perbuatan tersebut yang berakibat
mereka bersiap-siap menghadapi laknat Allah bila mereka belum baligh dan
mereka dilaknat bila sudah baligh. Mereka akan menolong perbuatan
maksiat bahkan akan membelanya. Bila demikian, di manakah rasa tanggung
jawab (para pendidik)? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.”12
مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً فلَمْ يَحُطْهَا بِنُصْحِهِ إِلاَّ لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنّةَ
“Tidak
ada seorangpun yang dijadikan sebagai pemimpin oleh Allah namun dia
tidak memimpin rakyatnya tersebut dengan penuh nasihat (tidak mengemban
amanah dengan baik malah berkhianat kepada rakyatnya, –pent.)
melainkan sebagai ganjarannya dia tidak akan mendapatkan (mencium)
wanginya surga.”13
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh
sangat memperhatikan pendidikan anak-anak dengan tarbiyyah diniyyah
(pendidikan agama). Beliau pernah bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak itu dilahirkan di atas fithrah, maka kedua ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”14
Beliau juga bersabda dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkannya dari Rabbnya:
إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ فَاجْتَالَتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ
“(Allah
berfirman:) sesungguhnya Aku menciptakan hamba-Ku dalam keadaan
hanif15 lalu setan membawa pergi/ mengalihkan mereka (dari
kelurusannya).”16
Dengan demikian haram bagi guru/ pendidik dan
bagi pemerintah/ penguasa untuk memberi kesempatan dan kemungkinan bagi
para pelajar untuk menggambar (makhluk hidup). (Hukmu Tashwir, hal.
34-35)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1.
Sebagaimana kami nyatakan dalam edisi yang lalu, tulisan ini kami susun
dengan menukil secara ringkas dari kitab Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah
karya Asy-Syaikh Al-Muhaddits negeri Yaman, Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i‘
rahimahullahu, pada beberapa tempat dari pembahasan beliau, yakni tidak
secara keseluruhan. Karena maksud kami adalah menyampaikan secara
ringkas untuk pembaca yang budiman. Wabillahi at-taufiq.
2. HR. Muslim no. 5506, kitab Al-Libas waz Zinah, bab Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan …
3.
Ada beberapa makna yang disebutkan tentang Sahwah. Namun yang lebih
tepat, wallahu a‘lam, sahwah yang dimaukan ‘Aisyah dalam haditsnya
adalah rumah kecil yang posisinya melandai ke tanah dan tiangnya tinggi
seperti almari kecil tempat menyimpan barang-barang. Di atas pintu
rumah kecil inilah ‘Aisyah menggantungkan tirainya. Demikian penjelasan
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu dalam Fathul Bari
(10/475)
4. HR. Al-Bukhari no. 5954, kitab Al-Libas, bab Ma Wuthi’a
minat Tashawir dan Muslim no. 5494, kitab Al-Libas waz Zinah, bab
Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan ….
Disebutkan pula dalam
Ash-Shahihain bahwa Nabi menjadikan bantal tersebut sebagai alas duduk
beliau di rumah atau sebagai sandaran
5. HR. Al-Bukhari no. 5955 dan Muslim no. 5489, dalam kitab dan bab yang sama dengan di atas.
6.
Namruqah adalah bantal-bantal yang dijejer berdekatan satu dengan
lainnya atau bantal yang digunakan untuk duduk. (Fathul Bari, 10/478)
7. HR. Al-Bukhari no. 5957, kitab Al-Libas, bab Man Karihal Qu‘ud ‘alash Shuwar dan Muslim no. 5499.
8.
Yaitu hadits yang menyebutkan bahwa ‘Aisyah radhiallahu ‘anha
memotong-motong qiramnya menjadi satu atau dua bantal dan hadits yang
menyebutkan pengingkaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap
perbuatan Aisyah radhiallahu ‘anha yang membeli namruqah
(bantal-bantal) untuk tempat duduk beliau. Hadits pertama menunjukkan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mau menggunakan bantal yang dibuat
dari potongan-potongan kain bergambar sedangkan hadits kedua
menunjukkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak mau
menggunakan bantal-bantal yang dibeli Aisyah radhiallahu ‘anha karena
ada gambar padanya.
9. Seperti dijadikan bantal duduk atau keset/ lap kaki.
10. Ucapan, perbuatan atau penetapan (taqrir) dari shahabat
11.
Adapun hadits yang marfu‘ (sampai kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam) dengan lafadz seperti ini tidak ada yang shahih,
bahkan dhaif jiddan (lemah sekali) (Hukmu Tashwir, hal. 54)
12. HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhu
13. HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu
14. HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu
15. Lurus hanya tunduk kepada Allah, tidak cenderung kepada syirik dan maksiat lainnya.
16. HR. Muslim dari ‘Iyadh bin Himar Al-Mujasyi‘i
Bagian 3
Tema
gambar, lukisan, atau patung makhluk bernyawa memang salah satu
permasalahan yang membutuhkan pembahasan yang panjang. Edisi kali ini
pun masih menyinggung hal tersebut. Ini dilakukan agar permasalahan
menjadi lebih jelas dan tidak menumbuhkan keraguan di hati anda,
pembaca.
Saudariku, dalam edisi yang lalu kita telah
mengetahui larangan menggambar makhluk bernyawa dan menyimpannya.
Pembahasan edisi inipun masih menyinggung tentang gambar makhluk
bernyawa sehingga diharapkan permasalahan menjadi lebih gamblang lagi.
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Teman-teman kami (dari madzhab
Syafi’iyyah, –pent.) dan selain mereka berkata: Menggambar makhluk yang
bernyawa haram dengan sebenar-benarnya keharaman, termasuk dosa besar,
karena diancam dengan ancaman yang keras sebagaimana tersebut dalam
hadits-hadits. Baik orang yang membuat gambar itu bertujuan
merendahkannya ataupun selainnya, perbuatannya tetap saja dihukumi
haram, apapun keadaannya. Karena perbuatan demikian menandingi ciptaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Baik gambar itu dibuat pada kain/ baju,
hamparan/ permadani, dirham atau dinar, uang, bejana, tembok/ dinding,
dan selainnya. Adapun menggambar pohon, pelana unta dan selainnya yang
tidak mengandung gambar makhluk bernyawa, tidaklah diharamkan. Ini
hukum gambar itu sendiri. Adapun mengambil gambar makhluk bernyawa
untuk digantung di dinding, pada pakaian yang dikenakan, atau pada
sorban dan semisalnya yang tidak terhitung direndahkan (bukan untuk
diinjak-injak atau diduduki misalnya, –pent.) maka hukumnya haram. Bila
gambar itu ada pada hamparan yang diinjak, pada bantalan dan
semisalnya yang direndahkan maka tidaklah haram.”1
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullahu melanjutkan: “Tidak ada perbedaan dalam hal ini
antara gambar yang memiliki bayangan dengan yang tidak memiliki
bayangan (dua atau tiga dimensi, –pent.). Demikianlah kesimpulan
madzhab kami dalam masalah ini. Jumhur ulama dari kalangan shahabat,
tabi’in dan orang-orang setelah mereka juga berpendapat yang semakna
dengan ini. Pendapat ini dipegangi Ats-Tsauri, Malik, Abu Hanifah, dan
selain mereka.”
Az-Zuhri rahimahullahu menyatakan bahwa larangan
menggambar ini umum, demikian pula penggunaannya, baik gambar itu berupa
cap/ stempel/ lukisan pada baju/ kain ataupun bukan stempel. Baik
gambar itu di dinding, kain, pada hamparan yang direndahkan (misal:
permadani, red.), ataupun yang tidak direndahkan, sebagai pengamalan
dzahir hadits, terlebih lagi hadits namruqah yang disebutkan Al-Imam
Muslim. Ini pendapat yang kuat, kata Al-Imam An-Nawawi. (Al-Minhaj
Syarhu Shahih Muslim, 14/307-308)
Dalam masalah gambar yang berupa
stempel/ lukisan pada kain, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani
rahimahullahu menguatkan pendapat yang menyatakan jika gambar tersebut
utuh dan jelas bentuknya maka haram. Namun jika gambar itu dipotong
kepalanya, atau terpisah-pisah bagian tubuhnya maka boleh. (Fathul Bari,
10/480)2
Malaikat Tidak Masuk ke dalam Rumah yang Ada Gambar Makhluk Hidupnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَدْخُلُ الْمَلائِكَةُ بَيْتًا فِيْهِ كَلْبٌ وَلاَ تَصَاوِيْرُ
“Malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.”3
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Ulama berkata: Faktor penyebab
terhalangnya mereka (para malaikat) untuk masuk ke rumah yang di
dalamnya terdapat gambar adalah karena membuat dan menyimpan gambar
merupakan perbuatan maksiat, perbuatan keji, dan menandingi ciptaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala serta di antara gambar itu ada yang diibadahi
selain ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun sebab
tercegahnya para malaikat itu untuk masuk rumah yang di dalamnya
terdapat anjing karena anjing itu banyak memakan benda-benda yang
najis. Dan juga di antara anjing itu ada yang dinamakan setan
sebagaimana disebutkan dalam hadits.4 Sementara malaikat adalah lawan
setan. Di samping itu, anjing memiliki aroma tidak sedap sedangkan
malaikat tidak menyukai bau yang busuk, dan ada larangan dalam syariat
ini untuk memelihara anjing5. Maka orang yang memelihara anjing di dalam
rumahnya diberikan hukuman dengan diharamkannya para malaikat untuk
masuk ke dalam rumahnya. Juga terhalang dari mendapatkan shalawat dan
istighfar para malaikat, berikut keberkahannya dan penolakannya dari
gangguan setan. Malaikat yang tidak masuk ke dalam rumah yang di
dalamnya ada anjing atau gambar ini adalah malaikat yang berkeliling
menyampaikan rahmah, barakah, dan mendoakan istighfar. Adapun malaikat
hafazhah tetap masuk ke dalam semua rumah dan tidak pernah meninggalkan
anak Adam dalam segala keadaan. Karena mereka diperintahkan untuk
menghitung amalan anak Adam dan mencatatnya. Al-Khaththabi berkata:
‘Para malaikat itu hanyalah tidak masuk ke dalam rumah yang ada anjing
atau gambar yang memang diharamkan. Adapun yang tidak diharamkan seperti
anjing pemburu, anjing yang ditugasi menjaga sawah ladang dan hewan
ternak, atau gambar yang dihinakan/ direndahkan yang ada di hamparan,
bantal dan selainnya (yang diinjak/ diduduki), maka tidaklah mencegah
masuknya para malaikat.’
Al-Qadhi mengisyaratkan semisal apa yang
dikatakan Al-Khaththabi. Namun yang dzahir, ini meliputi seluruh anjing
dan seluruh gambar makhluk hidup. Para malaikat tercegah untuk masuk
karenanya, disebabkan hadits-hadits yang ada dalam masalah ini mutlak
(tidak disebutkan adanya pengecualian atau pengkhususan, –pent.) Dan
juga anjing kecil yang pernah ada di dalam rumah Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tersembunyi di bawah tempat tidur. Ini merupakan
udzur/ alasan yang besar tentunya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak mengetahuinya. Namun ternyata tetap mencegah malaikat
Jibril ‘alaihissalam untuk masuk ke rumah beliau. Seandainya udzur/
alasan adanya gambar dan anjing bisa diterima sehingga tidak mencegah
masuknya para malaikat, niscaya malaikat Jibril pun tidak tercegah untuk
masuk, wallahu a’lam.” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 14/309-310)
Mainan Anak-anak
Dikecualikan
dari larangan mengambil gambar ini adalah mainan anak-anak/ boneka
yang terbuat dari bulu/ wol dan kain, kata Asy-Syaikh Muqbil
rahimahullahu6, dengan dalil berikut ini:
Ar-Rubayyi’ bintu
Mu’awwidz radhiallahu ‘anha berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengirim utusan pada pagi hari ‘Asyura` (10 Muharram) ke
kampung-kampung Anshar untuk mengumumkan:
مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ
“Siapa
yang berpagi hari (di hari ini) dalam keadaan berbuka (tidak puasa)
maka hendaklah ia sempurnakan sisa harinya (dengan berpuasa) dan siapa
yang berpagi hari dalam keadaan puasa maka hendaklah ia terus puasa.”
Ar-Rubayyi’ berkata:
فَكُنَّا
نَصُوْمُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ
الْعِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ
ذَاكَ حَتَّى يَكُوْنَ عِنْدَ اْلإِفْطَارِ
“Kami pun puasa
pada hari ‘Asyura` tersebut dan melatih anak-anak kami untuk puasa.
Kami membuatkan untuk mereka mainan anak-anakan (boneka) dari bulu/
wol. Bila salah seorang dari mereka menangis minta makan, kami
memberikan mainan tersebut kepadanya, demikian sampai saatnya berbuka
puasa.”7
‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkisah:
أَنَّهَا
كَانَتْ تَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَتْ: وَكَانَتْ تَأْتِيْنِي صَوَاحِبِيْ فَكُنَّ
يَنْقَمِعْنَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
قَالَتْ: فَكاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ
“Ia biasa bermain boneka anak
perempuan di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata:
‘Teman-teman kecilku biasa datang untuk bermain bersamaku. Namun bila
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, mereka sembunyi
(karena segan dan malu kepada beliau) dan beliau pun menggiring mereka
kepadaku’.”8
Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: “Dalam hadits ini
menunjukkan bolehnya bermain boneka/ anak-anakan.” Beliau juga
mengatakan: “Boneka/ anak-anakan dikhususkan dari pelarangan yang ada
dalam hadits ini, dan juga karena ingin memberikan pendidikan dini
kepada wanita dalam mengatur perkara diri mereka, rumah, dan anak-anak
mereka (kelak).” (Al-Minhaj, 15/200)
Demikian saudariku,
penjelasan yang dapat kami bawakan untukmu sebagai nasehat bagimu
berkaitan dengan gambar makhluk bernyawa. Wallahu ta’ala a’lam
bish-shawab.
1. Nampaknya An-Nawawi membolehkan membiarkan
gambar tanpa dipotong asalkan tidak dipajang, yakni dihinakan seperti
pada karpet dan sejenisnya (ed). Menurut penulis, tentunya setelah
gambarnya tidak lagi utuh tapi dipotong-potong. Lihat pembahasan
masalah ini dalam edisi yang lalu ketika Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-Asqalani rahimahullahu mendudukkan dua hadits Aisyah radhiallahu
‘anha yang seakan bertentangan.
2. Namun bila masih ada kepalanya,
maka tetap tidak boleh, karena Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Gambar itu
dikatakan hidup bila memiliki kepala…” Lihat edisi 22, halaman 94. (ed)
3.
HR. Al-Bukhari no. 5949 kitab Al-Libas, bab At-Tashawir dan Muslim no.
5481, 5482 kitab Al-Libas, bab Tahrim Tashwir Shurah Al-Hayawan…
4. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ
“Anjing hitam itu setan.” (HR. Muslim no. 1137, kitab Ash-Shalah, bab Qadru Ma Yasturul Mushalli)
5. Kecuali anjing pemburu dan anjing yang dilatih untuk tugas khusus.
6. Dalam kitabnya Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah, hal. 59
7.
HR. Al-Bukhari no. 1960 kitab Ash-Shaum, bab Shaumush Shibyan dan
Muslim no. 2664 kitab Ash-Shiyam, bab Man Akala fi `Asyura` Falyakuffa
Baqiyyata Yaumihi
8. HR. Muslim no. 6237 kitab Fadha`ilush Shahabah, bab Fi Fadhli `Aisyah radhiallahu ‘anhu
Sabtu, 10 November 2012
Hukum Gambar Mahluk Bernyawa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar